Wednesday, March 29, 2017

Rasa syukur dan kehidupan


Dulu, saya pernah menulis: "Kalau kita tidak pernah merasakan lapar, bagaimana bisa menghargai sepiring nasi." Hidup ini baru bisa kita hargai kalau kita tahu akan kepahitannya.

Seorang anak kecil menangis merengek-rengek minta celana baru kepada orang tuanya, sampai dia melihat anak kecil lain yang tidak punya kaki.

Seorang anak mengeluh terus karena ibunya yang sering memarahinya, tanpa tahu anak yatim piatu itu begitu merindukan dimarahi ibunya.

Hellen Keller, yang buta dan tuli itu pernah berkata, kalau saja seseorang bisa buta dan tuli selama sehari, maka dia akan menjadi orang yang sangat bersyukur dan bisa menghargai mata dan telinganya.

Mungkin karena kenikmatan yang berlebihan, atau rasa nyaman, membuat kita berkeluh kesah untuk hal2 kecil yang tidak terlalu berarti. Mungkin karena tidak pernah susah kita mengeluh akan hal2 kecil yang menimpa kita.

Banyaknya orang yang lupa bersyukur atas segala hal positip yang telah diterimanya, dan selalu komplain akan kekurang-lengkapan hidupnya. Kalau saja bisa lebih sukses, kalau saja bisa lebih cantik, kalau saja bisa lebih kaya, dan sejuta "kalau saja" lainnya.

Kita komplain tidak punya waktu, kita komplain kurang bisa dimengerti orang lain, kita komplain tidak punya orang tua yang kaya. Mungkin kita sebaiknya belajar bersyukur dan mencoba menghargai apapun yang datang pada kehidupan kita.