Saya pernah terkagum-kagum oleh kenalan baru saya karena dia begitu kaya raya. Rumahnya seperti istana, dia punya beberapa hotel, mobil mewahnya banyak, moge-nya bejibun, punya kapal pesiar dan masih banyak lagi yang kalo saya sebutin semuanya pasti penyakit iri dan dengki saya kambuh kembali, pasti saya gondok sendiri.
"Kok lo bisa sekaya itu sih? Dapet dari mana semua itu?" tanya saya suatu hari. Rasa kepo yang membengkak membuat saya nekat untuk bertanya.
Di luar dugaan, orang itu ngejawab begini, "Semuanya warisan dari babe gue.."
Tetot! Kekaguman saya langsung padam. Tadinya saya mengira dia akan bercerita bahwa dulunya dia bukan siapa-siapa lalu dilanjutkan dengan kisah tentang perjuangan heroik yang dia lakukan untuk memperbaiki taraf hidupya. Tapi ternyata? Huh! Kalo warisan doang mah lo cuma kebetulan lahir di tempat yang beruntung aja. Ga seru ah! Gak ada perjuangannya.
Pernah juga waktu masih sekolah, seorang temen mau ikutan naik gunung. Team pendaki gunung kami heran, soalnya dia anak orang kaya dan tipe anak manja. Ngapain juga dia mau ikutan naik gunung segala? Tapi Ketua Pendaki Gunung kami mengizinkan sambil berkata, "Kita harus support orang yang mau bersahabat dengan alam."
"Iya deh…" Semua orang terpaksa setuju.
Dan yang kami kuatirkan pun terjadi. Baru juga jalan sekilo, dia udah ngomel gak keruan, "Gue gak pernah ngerti ngapain sih kalian naik gunung? Nyiksa diri sendiri."
Semua orang menoleh tapi gak ada yang berminat merespon omongannya.
"Hadoh! Mana jalanannya tanjakan melulu, kapan turunannya nih?" Omelan berlanjut.
"Namanya juga naik gunung ya pasti tanjakan. Kalo turunan masuk ke sumur sana," celetuk seorang temen dengan suara kesel.
"Kalo cuma mau sampe ke puncaknya, kan kita bisa sewa helikopter? Gue yang bayarin deh ongkos sewanya," kata Si Anak Manja lagi.
"Kalo kita naik helikopter kita nyampe juga tapi ga ada perjuangannya. You win but no glory." sahut saya.
Memang agak sulit memberi pengertian bahwa perjuangan itu perlu. Tapi untungnya saya menemukan video ini di youtube.
Saya sampe merinding ngeliat film yang saya posting ini. Sebuah perjuangan dari Derek Redmond dalam olimpiade 1992, di Barcelona, Spanyol. Dia adalah pelari nomor 400 Meter. Di event itu dia sangat diunggulkan untuk meraih medali emas. Saya ceritain dikit ya…
Semua pelari sudah siap dalam posisi di garis start.
Dor! suara pistol ditembakkan sebagai tanda bahwa pertandingan sudah dimulai.
Semua pelari langsung terbang untuk mengadu kecepatan. Derek Redmond melakukan start yang sangat bagus. Dengan gesit dia berkelebat dan memimpin di depan. Nampaknya dia akan sangat mudah untuk memenangkan adu lari 400 meter itu.
Sayangnya pas 250 meter menjelang finish, tiba-tiba otot hamstring Derek di kaki sebelah kanan robek. Otot hamstring terletak di belakang paha dan tidak banyak digunakan saat kita berjalan atau berdiri.
Otot ini baru bekerja sangat aktif ketika kita berlari, memanjat atau melompat. Kalo otot ini sampe robek, hadoh! Sakitnya minta ampun! Saya pernah mengalaminya waktu saya melakukan pendakian ke gunung Slamet. Karena gak bisa berjalan lagi, saya sampe ditandu oleh Team SAR dari Perhutani menuju rumah sakit terdekat. Percaya deh, sakitnya minta ampun.
Derek Redmond terduduk dan meringis kesakitan. Sementara pelari lainnya berlari dengan cepat melewati dan meninggalkannya jauh sekali. Team kesehatan datang dan sejenak memeriksa cidera yang dialami pelari berkulit hitam ini.
Tamatkah nasib Derek Redmond? Sudah pasti dia gagal untuk meraih medali. Namun apakah dia berhenti berjuang? Ternyata tidak sama sekali. Apa yang terjadi? Dengan gagah perkasa dia bangkit dan berlari melanjutkan pertandingan. Dengan tertatih-tatih dan hanya mengandalkan kaki kirinya dia melanjutkan berlari.
Semua lawan sudah mencapai garis finish. Tapi Derek terus berlari dengan satu kaki sambil meringis kesakitan. Lalu apa gunanya Derek berlari? Gak ada gunanya kan? Tidak akan membuat dia meraih medali. Sudah pasti dia akan berada di kedudukan paling buncit. Air matanya ke luar karena setiap langkah yang dirasakan hanyalah nyeri tak terhingga. Tapi Derek tidak menyerah, "I am going to finish the race." Begitu tekadnya.
Dalam keadaan sakit teramat sangat, tiba-tiba seorang berbadan tambun melompat dari atas tribun. Dengan berani dia melawan para sekuriti yang berusaha mencegahnya masuk ke arena. Yak dialah Jim Redmond, ayah dari Derek.
"You don't have to do this, Son," kata Sang Ayah.
"Yes, I do. I have to finish the race,"jawab Sang anak.
"Okay then. Let's finish it together," jawab Si Ayah lagi.
Suasana menjadi dramatis ketika penonton melihat bagaimana Sang Ayah mengalungkan tangan Derek ke lehernya. Dia memapah Anaknya untuk membantunya menyelesaikan pertandingan sampai ke garis akhir.
Sesampainya di garis finish, penonton bertepuk tangan dan memberikan standing ovation pada Derek. Suasana begitu mengharukan bukan hanya bagi penonton tapi juga buat Derek. Dia memeluk ayahnya sambil menangis.
Emotional moment yang terbangun di pertandingan itu juga diberitakan di seluruh media di Eropa, Amerika dan terutama di Inggris. Semua wartawan menulis hal yang sama…apa itu? Yak mereka menulis perjuangan Derek Redmond yang sangat dramatis tersebut. Para kuli tinta menceritakan bagaimana hubungan seorang anak dan bapak yang menginspirasi semua orang.
Lalu siapakah juaranya? Namanya Steve Lewis, pelari dari Amerika tapi lucunya, hanya sedikit orang yang ingat pada Steve. Kenapa? Karena semua orang hanya fokus pada perjuangan Derek Redmond yang menunjukkan kepada dunia apa artinya menjadi atlet olimpiade.
Derek memang kalah, Derek memang tidak mendapat medali tapi karena perjuangannya, dia malahan mendapat liputan yang jauh lebih besar daripada Steve Lewis.
Jadi pointnya bukan soal menang atau kalah tapi bagaimana cara kita memenangkan sebuah pertandingan. Kalo kita berjuang, walaupun kalah kita bisa tetap berdiri dengan kepala tegak dan orang akan respek sama kita.
Orang lebih menghargai perjuangan kita daripada kesuksesan kita. Derek memang gagal tapi bagi semua penonton, dialah juara yang sesungguhnya.
Memenangkan sesuatu tanpa perjuangan sama kayak kita dapet hadiah tendangan penalti tapi gawangnya ga dijaga oleh kiper. Pasti gol kan? Kita pasti menang kan? Tapi rasanya gimana? You win but no glory...👍👍