Friday, February 11, 2022

KESOMBONGAN


Dulu sekali (seperti cara ibuku kalau membuka dongengannya), aku sedang makan di sebuah warung kecil. Saat sedang menikmati makanan ada seorang pemuda masuk. Dari penampilannya jelas dia seorang pengamen jalanan, seperti anak-anakku di rumah singgah. Dia memesan nasi dan lauk. Minta dibungkus. Setelah menerima nasi yang sudah dibungkus, dia mengeluarkan semua uang yang ada di sakunya. Dua saku celana dan saku baju. Uang koin 100, 200 dan 500 an. Setelah dihitung ternyata hanya ada 3,800. Padahal harga nasi dan es teh 6,000. Ibu penjual nasi marah. Mendengar itu aku dengan bangga mengatakan nanti aku yang menambah kekurangannya. Aku membayangkan diriku sudah menjadi pahlawan. Orang yang penuh belas kasih.

Setelah pemuda itu pergi, ibu penjual masih mengomel. Dia mengatakan anak itu setiap hari membeli tapi sering uangnya kurang. Sambil makan aku mendengarkan omelan ibu itu. Selesai makan aku naik motor mau melanjutkan perjalanan. Di traffic light yang tidak jauh dari warung aku melihat pemuda itu mengamen dari mobil ke mobil. Aku mencari tempat yang aman untuk memparkir motor. Aku bermaksud mengajak anak itu untuk tinggal di rumah singgah.

Saat dia sedang berdiri di tepi jalan aku menghampirinya. Dia mengenaliku. Kami mengobrol sebentar. Aku tanya apakah makanan yang dibeli sudah habis? Dia menjawab bahwa nasi bungkus itu diberikan pada seorang pengemis tua. Setiap hari dia memberi makan pengemis itu. Tidak jauh dari situ ada seorang ibu tua duduk bersimpuh dekat tembok pagar rumah. Tubuh dan pakaiannya sangat kotor. Aku tanya siapa pengemis tua itu? Pengamen itu menjawab tidak tahu. Setiap hari dia disitu, tetapi jarang ada orang yang memberinya, sehingga dia sering kelaparan.

Mendengar cerita itu aku seperti ditampar keras. Runtuhlah kesombonganku seolah aku sudah hebat dengan sumbangan sebesar 2,200 untuk nasi bungkus tadi, padahal pemuda itu setiap hari memberi semua penghasilannya. Apa artinya 2,200ku dibandingkan pemberian semua yang dimiliki?

Kadang kala kita merasa sudah banyak memberi. Bahkan tidak jarang pamer kalau sudah memberi. Padahal ada banyak orang yang memberi jauh lebih besar dari yang kita lakukan. Yesus memuji persembahan janda miskin yang hanya 2 peser dibandingkan penyumbang-penyumbang besar. Janda itu berani memberikan seluruh atau 100% miliknya, sedangkan penyumbang besar memberi mungkin tidak sampai 10% dari harta yang dimilikinya. Jadi jangan mudah menilai besarnya sumbangan dan jangan mudah merasa sudah hebat memberi sumbangan. Membagi 100 nasi bungkus saja sudah merasa hebat. Jika harga nasi bungkus saat ini 10.000 maka hanya 1 juta. Berapa persen 1 juta itu dari kekayaan yang dimilikinya? Masih banyak orang yang berani memberi 100% dari yang dimilikinya.