Seorang guru sedang berdiri di depan kelas dengan memegang balon di tangan kanannya dan telur di tangan kirinya.
Sang guru lalu bertanya, "Apa perbedaan dari kedua benda yang saya pegang ini?"
Beberapa murid mengajukan jawaban. Ada yang menjawab jenisnya. Ada yang menjawab bentuknya. Ada yang menjawab ukurannya.
Setelah tidak ada lagi murid yang menjawab, sang guru lalu mulai berbicara. "Semua jawaban kalian benar, tapi ada hal yang lebih penting. Kedua benda ini sama-sama bulat lonjong, tetapi ada perbedaan esensial."
Sang guru lalu menjelaskan, "Balon kelihatannya indah dan menarik, coraknya meriah dan berwarna-warni, lincah dan ringan bergerak ke sana kemari. Namun, itu hanya penampakan dari luar, sedang di dalamnya kosong. Tidak ada apa-apa. Hanya angin. Sebaliknya dengan telur; dari luar tampak tidak semenarik dan secantik balon, tetapi di dalamnya terkandung potensi kehidupan."
Balon bisa diumpamakan sebagai "perbuatan kegelapan"; enak, gampang, penuh daya pikat, dan menyenangkan, tetapi tidak berbuahkan apa-apa, kecuali kehampaan dan kesia-siaan. Sedangkan telur seumpama "perbuatan terang"; tidak gampang, tidak menarik, tetapi di dalamnya terkandung "potensi kehidupan", sebab berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran.
Apakah hidup kita seperti balon; penuh "kesemarakan", tetapi kosong dan berujung pada kesia-siaan? Atau, menjadi seperti telur; "biasa saja", tetapi "berisi" dan berbuah hal-hal indah dalam kehidupan? Tergantung sikap kita. Kalau kita menjadi "penurut-penurut Allah", hidup kita akan seperti telur. Sebaliknya, kalau kita membiarkan diri dikendalikan oleh "nafsu kedagingan", hidup kita akan menjadi seperti balon.
Maka, perlu sekali kita memperhatikan dengan saksama bagaimana kita hidup. Janganlah hidup seperti orang bebal, tetapi hidup seperti orang arif. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,"