Saat sang istri bersiap-siap menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka. Seorang wanita membawa dua orang anaknya, kira-kira berumur 6 dan 10 tahun datang. Anak-anak mengenakan baju olahraga baru yang mirip satu dengan yang lain, tetapi wanita tersebut hanya memakai baju luar bercorak kotak yang telah usang.
Wanita itu berkata dengan takut-takut, "Bolehkah…memesan semangkuk mie kuah?" tanyanya. Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.
"Tentu…tentu boleh, silahkan duduk di sini." kata sang majikan.
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur : "Semangkuk mie kuah!"
Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan lalu menambahkan lagi sebanyak setengah ikat dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui sang istri dan tamunya itu. Ibu dan kedua anaknya mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil berbicara dengan suara kecil betapa mie itu enak sekali.
Tak terasa setahun pun berlalu. Usaha Pei Hai Thing tetap ramai. Ketika hendak menutup toko, pintu terbuka lagi dan seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya masuk. Ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika sang istri pemilik kembali teringat tahun lalu.
Mereka pun memesan semangkuk mie. Sang majikan mulai menyalakan kembali api yang baru saja dipadamkan. Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami, "Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak?"
"Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak." kata sang suami sambil menambahkan seikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan kedua anaknya pun memuji mie tersebut. Mereka kemudian membayar. Meskipun membayar dengan harga yang lama, bukan harga sekarang, suami istri pemilik Pei Hai Thing tidak meminta kekurangannya.
Pada tahun ketiga, majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding dan daftar kenaikan harga mie kuah ditulis ulang menjadi harga lama. Di atas meja nomor 2, sang istri telah meletakkan kartu tanda telah dipesan. Setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anaknya muncul kembali.
Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket, yang kelihatan agak kebesaran, yang dipakai kakaknya tahun lalu. Kedua anak ini makin kelihatan tumbuh dewasa, sang ibu tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.
Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 dan dengan cepat menyembunyikan tanda telah dipesan yang sebelumnya diletakkan di sana. "Tolong…tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah?" Sang majikan lalu melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan kedua anaknya makan sambil bicara dengan gembira. Sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu juga turut merasakan kegembiraan mereka.
Dari pembicaraan mereka, ternyata suami dari wanita itu mengalami kecelakaan dan harus membayar mahal untuk pengobatan sehingga anaknya yang besar harus mengantar koran dan anak termudanya membantu membeli sayur dan masak nasi. Berkat usaha kedua anaknya, mereka bisa membayar sisa biaya pengobatan hingga lunas. Namun, ada sebuah kisah lagi di balik kejadian itu.
Anak termudanya menulis sebuah karangan dan terpilih secara khusus menjadi wakil di wilayah tempat mereka tinggal. Tema yang diberikannya adalah "Cita-Citaku", karangannya bertema semangkuk mie kuah. "Ayah mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai kakak saya harus mengantar koran. Pada malam tahun baru, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat… 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah. Pemilik toko yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami agar tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah." isi sebagian dari karangan itu.
Hari ini, mungkin Anda tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun teruslah berbuat baik. Layanilah sesamamu seperti kepada Tuhan dan bukan untuk manusia. Selalu ada manfaat yang bisa dipetik saat kita dengan sungguh-sungguh melakukan apa yang kita kerjakan.