Lelaki itu begitu senang. Saat melewati toko perkakas, dilihatnya ada beberapa lembar kayu obral. Dengan 30 dollar itu, dia membeli kayu tersebut untuk membuat rak buat istrinya. Di tengah perjalanan, dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik mebel yang sudah terlatih melihat bahwa kayu yang dipanggul lelaki itu adalah kualitas yang bermutu. Diapun menawarkan lemari 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang melihat lemari yang indah itu menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawaran menjadi 250 dollar. Lelaki itu setuju lalu mengembalikan gerobaknya pada tukang mebel.
Sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran uang senilai 250 dollar itu. Tiba-tiba, ada perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, dan kabur. Kebetulan istrinya melihat hal itu dan berlari mendekatinya seraya bertanya, "Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?"
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh…bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi."
Kadang kita punya kehidupan yang seperti itu. Susah payah kita berusaha menjadikan koin penyok untuk menjadi sesuatu yang lebih bernilai. Koin penyok itu bisa saja uang yang kita kumpulkan dengan susah payah, berkat dari orang lain, bisa apa saja. Kesempatan hidup kita dapat membawa kepada hal-hal yang lebih baik lagi. Namun, ketika kita ingin menikmati hasilnya, seolah-olah semuanya dirampas begitu saja.
Namun, kita lupa untuk tetap bersyukur. Baik ketika kita kaya ataupun miskin, baik ketika hidup terasa mudah ataupun susah, baik ketika sakit maupun sehat, baik saat menderita ataupun bahagia, semuanya harus disertai dengan ucapan syukur karena Tuhan selalu beserta kita. Pemeliharaan Tuhan untuk selama-lamanya dalam hidup kita, apapun keadaan kita.