Istri bangsawan ini terus ditekan dan diteror oleh sang ibu mertua. Pagi sampai malam diperintahkan mengerjakan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Kesalahan kecil dimaki maki, tidak ada hari hari nikmat lenggang sama sekali.
Tak tertahankan wanita ini pergi ke seorang tabib dengan sembunyi2. Diceritakannya semua kesengsaraannya. "Anak muda, kalau sudah bulat tedadmu. Masukkan obat ini sesendok kecil kedalam sup ibu mertuamu setiap pagi. Dalam dua bulan dia akan mati, tanpa terlihat tanda keracunan." Dibayarnya dengan sangat mahal racun itu.
Sejak itu setiap pagi dibuatkannya sup ayam kegemaran ibu mertua, dilayaninya dengan baik2, diberinya sesendok obat itu. Wanita ini takut ketahuan, kalau sampai nanti meninggal, dia dituduh. Maka dia memperlakukan sebaik mungkin ibu mertua ini dan tidak pernah menunjukkan sikap bermusuhan sedikitpun.
Betapapun jahat dan bengisnya sang ibu mertua, tetap dia bersikap manis dan baik. Pikirnya "Toh penderitaan ini hanya untuk dua bulan. Tidak boleh ada orang tahu aku tidak suka dengan ibu mertuaku."
Ibu mertua yang tidak sadar keracunan, pelan2 mulai menyukai menantu ini. Dia kagum akan kesabarannya. Menantu yang selalu terlihat tersenyum apapun yang dia perintahkan kepadanya.
Sementara itu, sang bangsawan ternyata juga bukan orang yang sangat baik, sering memarahi dan menekan istrinya ini. Sering pula dia tidak mau pulang dan mabok.Ternyata, ibu mertua mulai membela menantunya, ditegurnya sang anak, dan dibelanya menantu ini.
Dan waktu telah berjalan terus. Suatu saat ketika mabok, sang suami menamparnya karena kesalahan kecil yang terjadi. Ibu mertuanya langsung kontan naik pitam dan membela menantunya dengan sangat keras menegur bahkan menghukum bangsawan ini.
Wanita ini mulai bingung, mertuanya jadi baik, suaminya ternyata galak. Bila mertuanya mati, siapa yang akan membelanya. Padahal sudah kurang seminggu lagi Ibu mertuanya akan meninggal.
Kembalikah dia ke tabib itu, dan menceritakan segalanya. Dia ingin membeli obat pemunah racun yang diberikan setiap pagi pada mertuanya. Diserahkannya uang yang sangat banyak kepada tabib itu dan memohon obat pemunahnya. Setelah uang disimpan sang tabib, tabib berkata: "Anak muda, sebenarnya yang aku berikan kepadamu hanyalah tepung kanji tanpa racun. Aku tahu kau anak menyesalinya, jadi tidak perlu obat pemunah apapun. Ibu mertuamu tidak keracunan."
**
Saya teringat cerita kuno diatas ketika membaca ulang kalimat "Fake it till you make it", atau yang pada sebuah Ted-talk di youtube (Search Youtube; Amy Cuddy_Your body language shapes who you are) yang menjelaskan "Fake it 'till you become it." Palsukanlah dirimu sampai kamu menjadi itu.
Dalam kehidupan ini, kadang kita harus memalsukan diri dan berpura pura, untuk hal2 yang baik. Didalam kepositipan yang baik, kadang2 kepura puraan kita bisa menjadi sebuah kebiasaan dan kenyataan yang benar dan menguntungkan. Bahkan sebuah riset tentang kebahagiaan memberikan bukti bahwa kalau kita berpura pura bahagia terus menerus, tanpa sadar kita akan menjadi benar2 bahagia.
*Tanadi Santoso
http://koningsberg.blogspot.com/
http://sugiatno-ceritalucu.blogspot.com/