Monday, February 13, 2012

Ceritakan Pada Dunia Untukku

Oleh: John Powell, S.J.

Sekitar 14 tahun yang lalu, aku berdiri menyaksikan para mahasiswaku berbaris memasuki kelas untuk mengikuti kuliah pertama tentang teologi iman.

Pada hari itulah untuk pertama kalinya aku melihat Tommy. Dia sedang menyisir rambutnya yang terurai sampai sekitar 20 cm dibawah bahunya. Penilaian singkatku: dia seorang yang aneh ? sangat aneh. Tommy ternyata menjadi tantanganku yang terberat. Dia terus-menerus
mengajukan keberatan. Dia juga melecehkan tentang kemungkinan Tuhan mencintai secara tanpa pamrih.

Ketika dia muncul untuk mengikuti ujian di akhir kuliah, dia bertanya dengan agak sinis, "Menurut Pastor apakah saya akan pernah menemukan Tuhan?" Tidak," jawabku dengan sungguh-sungguh. "Oh," sahutnya.
"Rasanya Anda memang tidak pernah mengajarkan bagaimana menemukanTuhan."
Kubiarkan dia berjalan sampai lima langkah lagi dari pintu, lalu kupanggil.
"Saya rasa kamu tak akan pernah menemukan-Nya. Tapi, saya yakin Dialah yang akan menemukanmu."

Tommy mengangkat bahu, lalu pergi.
Aku merasa agak kecewa karena dia tidak bisa menangkap maksud kata-kataku.Kemudian kudengar Tommy sudah lulus, dan saya bersyukur.Namun kemudian tiba berita yang menyedihkan: Tommy mengidap kanker yang sudah parah. Sebelum saya sempat mengunjunginya, dia yang lebih dulu menemui saya. Saat dia melangkah masuk ke kantor saya, tubuhnya sudah menyusut, dan rambutnya yang panjang sudah rontok karena
pengobatan dengan kemoterapi.

Namun, matanya tetap bercahaya dan suaranya, untuk pertama kalinya, terdengar tegas. "Tommy ! Saya sering memikirkanmu. Katanya kamu sakit keras?" tanyaku langsung. "Oh ya, saya memang sakit keras. Saya menderita kanker. Waktu saya hanya tinggal beberapa minggu
lagi." "Kamu mau membicarakan itu?"

"Boleh saja. Apa yang ingin Pastor ketahui?"
"Bagaimana rasanya baru berumur 24 tahun, tapi kematian sudah menjelang?"
Jawabnya, "Ini lebih baik ketimbang jadi lelaki berumur 50 tahun namun mengira bahwa minum minuman keras, bermain perempuan, dan memburu harta adalah hal-hal yang 'utama' dalam hidup ini."
Lalu dia mengatakan mengapa dia menemuiku.
"Sesuatu yang Pastor pernah katakan pada saya pada hari terakhir kuliah Pastor. Saya bertanya waktu itu apakah saya akan pernah menemukan Tuhan,dan Pastor mengatakan tidak. Jawaban yang sungguh mengejutkan saya. Lalu, Pastor mengatakan bahwa Tuhanlah yang akan menemukan saya. Saya sering memikirkan kata-kata Bapak itu, meskipun pencarian Tuhan
yang saya lakukan pada masa itu tidaklah sungguh-sungguh. "Tetapi, ketika dokter mengeluarkan segumpal daging dari pangkal paha saya", Tommy melanjutkan "dan mengatakan bahwa gumpalan itu ganas, saya pun mulai serius melacak Tuhan. Dan ketika tumor ganas itu menyebar sampai ke organ-organ vital,saya benar-benar menggedor-gedor pintu surga. Tapi tak terjadi apa pun.."

Lalu, saya terbangun di suatu hari, dan saya tidak lagi berusaha keras mencari-cari pesan itu. Saya menghentikan segala usaha itu. Saya memutuskan untuk tidak peduli sama sekali pada Tuhan, kehidupan setelah kematian, atau hal-hal sejenis itu."

"Saya memutuskan untuk melewatkan waktu yang tersisa melakukan hal-hal penting," lanjut Tommy. "Saya teringat tentang Pastor dan kata-kata Pastor yang lain: Kesedihan yang paling utama adalah menjalani hidup tanpa mencintai. Tapi hampir sama sedihnya, meninggalkan dunia
ini tanpa mengatakan pada orang yang saya cintai bahwa kau mencintai mereka.

Jadi saya memulai dengan orang yang tersulit: ayah saya.
"Ayah Tommy waktu itu sedang membaca koran saat anaknya
menghampirinya."
"Pa, aku ingin bicara." "Bicara saja." "Pa, ini penting sekali."
Korannya turun perlahan 8 cm. " Ada apa?" "Pa, aku cinta Papa. Aku
hanya ingin Papa tahu itu." Tommy tersenyum padaku saat mengenang
saat itu.
"Korannya jatuh ke lantai. Lalu ayah saya melakukan dua hal yang
seingatku belum pernah dilakukannya. Ia menangis dan memelukku.
Dan kami mengobrol semalaman, meskipun dia harus bekerja besok
paginya."

"Dengan ibu saya dan adik saya lebih mudah," sambung Tommy. "Mereka
menangis bersama saya, dan kami berpelukan, dan berbagi hal yang
kami rahasiakan bertahun-tahun. Saya hanya menyesalkan mengapa saya
harus menunggu sekian lama. Saya berada dalam bayang-bayang
kematian, dan saya baru memulai terbuka pada semua orang yang
sebenarnya dekat dengan saya.
"Lalu suatu hari saya berbalik dan Tuhan ada di situ. Ia tidak
dating saat saya memohon pada-Nya. Rupanya Dia bertindak menurut
kehendak-Nya dan pada waktu-Nya. Yang penting adalah Pastor benar.
Dia menemukan saya bahkan setelah saya berhenti mencari-Nya."

"Tommy," aku tersedak,

"Menurut saya, kata-katamu lebih universal daripada yang kamu sadari.
Kamu menunjukkan bahwa cara terpasti untuk menemukan Tuhan adalah
bukan dengan membuatnya menjadi milik pribadi atau penghiburan
instan saat membutuhkan, melainkan dengan membuka diri pada cinta
kasih."

"Tommy," saya menambahkan, "boleh saya minta tolong? Maukah kamu
dating ke kuliah teologi iman dan mengatakan kepada para mahasiswa
saya apa yang baru kamu ceritakan?"
Meskipun kami menjadwalkannya, ia tak berhasil hadir hari itu. Tentu
saja, karena ia harus berpulang. Ia melangkah jauh dari iman ke
visi. Ia menemukan kehidupan yang jauh lebih indah daripada yang
pernah dilihat mata kemanusiaan atau yang pernah dibayangkan.
Sebelum ia meninggal, kami mengobrol terakhir kali.
Saya tak akan mampu hadir di kuliah Bapak," katanya.
"Saya tahu, Tommy."
"Maukah Bapak menceritakannya untuk saya?
Maukah Bapak menceritakannya pada dunia untuk saya?"
"Ya, Tommy. Saya akan melakukannya."

(Sebarkan e-mail ini untuk membantu Pater John menyebarkan cerita
Tommy pada dunia).

Semoga menjadi berkat, God bless .............