Ada 3 faktor kunci menjadi pemimpin yang sukses: 1. Kemampuan teknis khusus. 2. Kemampuan analisa dan pembuatan keputusan, dan 3. Kemampuan Emotional. Yang sering dalam bisnis disebut Hardskills (1 dan 2) dan Softskills (3), dimana semakin keatas jabatan seseorang semakin banyak porsi softskills yang dibutuhkan.
Daniel Goleman sukses dengan bukunya Emotional Intelligence, yang asalnya berawal pada tulisan di Harvard Business Review edisi Nov-Dec 1998, dengan judul "What Makes a Leader." Banyak tahun yang lalu saya membaca bukunya, dan kemarin saya baca artikel HBR nya pada buku "10 must read from HBR."
Riset menunjukkan bahwa kemampuan Emotional jauh lebih banyak memberikan kontribusi pada sukses atau tidaknya sebuah kepemimpinan. Kemampuan teknis dan analitikal harus dimiliki seorang pemimpin, tetapi kemampuan emotional jauh lebih penting dan kritikal dalam sukses tidaknya kepemimpinan perusahaan tersebut.
Emotional Intelligence merupakan hasil campuran antara bakat lahir, lingkungan dan pendidikan pelatihan yang dialami seseorang. Pencarian calon pemimpin yang baik, haruslah difokuskan pertama pada karyawan yang memiliki kekayaan emotional intelligence yang baik disertai dengan kemampuan teknis dan analisa yang cukup. Kemampuan Emotional ini dapat di pelajari, kembangkan dan diperbaiki dalam setiap orang, walaupun tidak mudah. Ada 5 kelompok EI yang dibutuhkan dalam kepemimpinan.
Self Awareness, kesadaran akan diri sendiri, yang merupakan kemampuan untuk mengetahui diri sendiri secara realistik: kelebihan, kekurangan, mood dan value yang dianut, apa yang memotivasi dirinya, dan bagaimana emosi2nya. Kesadaran secara jujur akan kelemahan dan pemahaman akan kelebihan diri sendiri, harus dicocokkan dengan pendapat orang lain tentang dirinya, karena bisa saja kita salah menilai diri sendiri. Berani mengaku tidak bisa untuk hal2 yang memang tidak terlalu dipahaminya dan berkeras untuk hal2 yang dia sadari menjadi kelebihannya.
Self-Regulation, pengekangan diri sendiri, merupakan kemampuan untuk menjaga amarah dan emosi2 negatip, mengkontrol keputusan saat emosional, menjaga integritas diri, terbuka untuk perubahan, komfortable dengan ketidak pastian. Kontrol ini semakin penting pada saat krisis, tekanan pekerjaan yang menindas, dan ketidak pastian dalam kehidupan bisnis kita.
Motivation, motivasi yang mendorong diri sendiri untuk memiliki passion dalam mengerjakan pekerjaan. Tidak mengejar hasil tapi cinta pada proses pengejaran tujuan itu. Optimis, komit, dan punya internal drive yang kuat dalam setiap tindakannya. Persistensi untuk menghadapi kesulitan dan punya energi emotional yang tegar dalam tekanan. Ketiga EI ini merupakan hal yang mengatur internal diri kita sendiri dan tidak berhubungan dengan orang lain, sedangkan kedua yang berikut berurusan dengan orang lain.
Emphaty, rasa turut merasakan perasaan orang lain. Kemampuan ini membuat pemimpin mampu memahami perasaan orang lain, dan bisa bergerak pada satu frekwensi yang sama dengan bawahannya. Empathy akan membuat pemimpin mampu mempertahankan karyawan terbaiknya, memiliki sensitivitas dalam kerja, dan memberikan service yang terbaik. Emphaty sering tidak cukup dihargai ketika kita menilai kelebihan seseorang, padahal sangat kritikal dalam kepemimpinan yang sukses. Kadang empati malah dipandang sebagai kelemahan karena kurang "tegas", tapi sebenarnya keduanya tetap dibutuhkan berbarengan.
Yang kelima adalah "Social skill", kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Membangun "network" yang menguntungkan, bermitra dengan supplier dan customers, menciptakan kenyamanan ketika bersama orang lain. Kepemimpinan yang sukses selalu butuh social skill yang efektip untuk melakukan perubahan, mempersuasi anak buah, dan tahu cara tepat efektip dalam berinteraksi dengan orang.
Kelima kelompok Emotional Intelligence inilah yang menjadi kunci untuk menjadikan seorang pemimpin menjadi "hebat". Kemampuan teknis dan kemampuan analisa memang penting dan harus dibentuk, tetapi Emotional Intelligence, yang sering dilupakan ketika kita membina atau mencari pimpinan, justru merupakan kunci sukses kepemimpinan.
Sebenarnya kelima Emotional Intelligence ini tidak hanya dibutuhkan untuk kepemimpinan tetapi juga dibutuhkan untuk setiap profesional atau pebisnis yang mau sukses. Salam Sukses untuk semua.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 12 Juni 2010
Daniel Goleman sukses dengan bukunya Emotional Intelligence, yang asalnya berawal pada tulisan di Harvard Business Review edisi Nov-Dec 1998, dengan judul "What Makes a Leader." Banyak tahun yang lalu saya membaca bukunya, dan kemarin saya baca artikel HBR nya pada buku "10 must read from HBR."
Riset menunjukkan bahwa kemampuan Emotional jauh lebih banyak memberikan kontribusi pada sukses atau tidaknya sebuah kepemimpinan. Kemampuan teknis dan analitikal harus dimiliki seorang pemimpin, tetapi kemampuan emotional jauh lebih penting dan kritikal dalam sukses tidaknya kepemimpinan perusahaan tersebut.
Emotional Intelligence merupakan hasil campuran antara bakat lahir, lingkungan dan pendidikan pelatihan yang dialami seseorang. Pencarian calon pemimpin yang baik, haruslah difokuskan pertama pada karyawan yang memiliki kekayaan emotional intelligence yang baik disertai dengan kemampuan teknis dan analisa yang cukup. Kemampuan Emotional ini dapat di pelajari, kembangkan dan diperbaiki dalam setiap orang, walaupun tidak mudah. Ada 5 kelompok EI yang dibutuhkan dalam kepemimpinan.
Self Awareness, kesadaran akan diri sendiri, yang merupakan kemampuan untuk mengetahui diri sendiri secara realistik: kelebihan, kekurangan, mood dan value yang dianut, apa yang memotivasi dirinya, dan bagaimana emosi2nya. Kesadaran secara jujur akan kelemahan dan pemahaman akan kelebihan diri sendiri, harus dicocokkan dengan pendapat orang lain tentang dirinya, karena bisa saja kita salah menilai diri sendiri. Berani mengaku tidak bisa untuk hal2 yang memang tidak terlalu dipahaminya dan berkeras untuk hal2 yang dia sadari menjadi kelebihannya.
Self-Regulation, pengekangan diri sendiri, merupakan kemampuan untuk menjaga amarah dan emosi2 negatip, mengkontrol keputusan saat emosional, menjaga integritas diri, terbuka untuk perubahan, komfortable dengan ketidak pastian. Kontrol ini semakin penting pada saat krisis, tekanan pekerjaan yang menindas, dan ketidak pastian dalam kehidupan bisnis kita.
Motivation, motivasi yang mendorong diri sendiri untuk memiliki passion dalam mengerjakan pekerjaan. Tidak mengejar hasil tapi cinta pada proses pengejaran tujuan itu. Optimis, komit, dan punya internal drive yang kuat dalam setiap tindakannya. Persistensi untuk menghadapi kesulitan dan punya energi emotional yang tegar dalam tekanan. Ketiga EI ini merupakan hal yang mengatur internal diri kita sendiri dan tidak berhubungan dengan orang lain, sedangkan kedua yang berikut berurusan dengan orang lain.
Emphaty, rasa turut merasakan perasaan orang lain. Kemampuan ini membuat pemimpin mampu memahami perasaan orang lain, dan bisa bergerak pada satu frekwensi yang sama dengan bawahannya. Empathy akan membuat pemimpin mampu mempertahankan karyawan terbaiknya, memiliki sensitivitas dalam kerja, dan memberikan service yang terbaik. Emphaty sering tidak cukup dihargai ketika kita menilai kelebihan seseorang, padahal sangat kritikal dalam kepemimpinan yang sukses. Kadang empati malah dipandang sebagai kelemahan karena kurang "tegas", tapi sebenarnya keduanya tetap dibutuhkan berbarengan.
Yang kelima adalah "Social skill", kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Membangun "network" yang menguntungkan, bermitra dengan supplier dan customers, menciptakan kenyamanan ketika bersama orang lain. Kepemimpinan yang sukses selalu butuh social skill yang efektip untuk melakukan perubahan, mempersuasi anak buah, dan tahu cara tepat efektip dalam berinteraksi dengan orang.
Kelima kelompok Emotional Intelligence inilah yang menjadi kunci untuk menjadikan seorang pemimpin menjadi "hebat". Kemampuan teknis dan kemampuan analisa memang penting dan harus dibentuk, tetapi Emotional Intelligence, yang sering dilupakan ketika kita membina atau mencari pimpinan, justru merupakan kunci sukses kepemimpinan.
Sebenarnya kelima Emotional Intelligence ini tidak hanya dibutuhkan untuk kepemimpinan tetapi juga dibutuhkan untuk setiap profesional atau pebisnis yang mau sukses. Salam Sukses untuk semua.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 12 Juni 2010